Selasa, 15 Juli 2008

Televisi

Technorati Profile

Televisi, hari ini adalah sebuah benda wajib yang mesti hadir disetiap rumah, arena berkumpul, dan tempat tempat awam lainnya. Ianya telah menjadi sebuah kebutuhan primer bagi setiap orang – sesuatu yang harus ada. Berserak waktu yang tersiakan, terbuang percuma didepannya. Kadang sebagai tempat pelarian dari rongrongan berbagai persoalan, menjadi dimensi lain dari kehidupan nyata.


Ketidakberdayaan menghadapi tantangan yang terus menghadang terhadap berbagai sendi kehidupan menyebabkan orang mencari cari tempat pelarian yang dapat melupakan sejenak rumitnya persoalan hidup. Untuk kaum berpunya ada segudang cara, untuk kaum dhuafa mungkin hanya televisilah solusinya – itupun kalau ada. Menikmati berbagai tayangan yang dapat membawa pemirsanya terbang ke alam mimpi, ke alam yang menjanjikan sejuta keindahan.


Beragam tayangan yang katanya menghibur dijejal ke minda penontonnya. Masyarakat disumbat dengan berbagai informasi sampah. Dididik untuk “menjaga tepi kain orang”. Gosip, aib, perbuatan tercela, semuanya diumbar tanpa rasa risih, sebagai tempat melampiaskan nafsu liar tersembunyi manusia: bergunjing. Satu masa dahulu, bergunjing dilakukan di anak tangga sambil mencari kutu, hari ini cukup duduk di depan layar TV dan bukan hanya tetangga tetapi seantero dunia dapat digunjing, khususnya para pesohor.


Belum lagi dampaknya terhadap anak-anak yang masih menggugu dan meniru.Watak anak dibentuk dengan beragam karakter yang membodohkan, menyimpang, sehingga merusak tatanan nilai - yang pahitnya didedahkan oleh bangsa sendiri atas nama kebebasan berkreatifitas yang membungkus indah anasir anasir kapitalis. Kalau sudah demikian, untuk apa sebuah makhluk bernama televisi ini ada.


Ketika rakyat tak mampu lagi menentukan mana yang baik untuk dirinya sendiri, sepatutnyalah pemerintah mengambil alih peran - mengintervensi - walau ini tak populer dan mungkin juga menyebabkan seorang presiden tidak dapat menyandang jabatannya untuk kedua kali. Pemerintah sebagai benteng terakhir - ketika rakyat telah lupa diri - mestinya mengambilkan langkah ekstrem untuk menghentikan proses dokritinasi terselubung terstruktur dari anasir anasir yang berkehendak menghancurkan bangsa ini. Jangan biarkan rakyat larut dalam haluninasi, terbuai mimpi.


Atau pemerintah memang ingin rakyatnya (baca: bangsa ini) terus larut dalam kerja kerja bodoh ini.

Tidak ada komentar: